KARO - Indeks Ketimpangan Gender (IKG) merupakan suatu persoalan yang masih sering terjadi di Kabupaten Karo.
Nah, untuk mengatasi atau menurunkan hilangnya potensi pembangunan manusia akibat ketidaksetaraan pencapaian perempuan dan laki-laki.
Pasangan calon bupati dan wakil bupati Karo nomor urut 1, Abetnego Tarigan dan Edy Suranta Bukit menyampaikan strategi 'Jitunya' di segmen kedua di debat publik ketiga di Hotel Internasional Sibayak (HIS) Berastagi, Jumat (15/11/2024).
Topik IKG ini merupakan salah satu sub tema debat yakni mengelola potensi konflik sosial di Karo. Abetnego menyebut, tantangan terbesar dalam IKG adalah praktek diskriminasi baik di bidang pekerjaan maupun bidang usaha lainnya.
"Dalam konteks kita di Indonesia, sering sekali praktek diskriminasi ini masih terselubung. Dalam peraturan disebutkan bahwa diperlakukan tanpa diskriminasi. Akan tetapi, di dalam prakteknya masih ada praktek-praktek diskriminasi tersebut, " ungkap Abetnego.
Baca juga:
Tony Rosyid: Semua Sepakat Pemilu 2024
|
Mengatasi persoalan itu, pada sektor pemerintahan, Abetnego memastikan pihaknya akan memberikan kesempatan yang sama bagi laki-laki dan perempuan untuk menduduki jabatan dan posisi di dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Di bidang usaha, sebutnya lagi, pihaknya akan mendorong kesempatan bagi perempuan untuk terlibat di dunia usaha dan dunia kerja setara dengan laki-laki.
"Pada sektor pendidikan, ini merupakan satu hal yang penting. Pemahaman soal kesetaraan gender harus dimulai bagaimana di dunia pendidikan juga diperlakukan dan diberikan pemahaman yang kuat tentang pentingnya kesetaraan gender dalam pembangunan nasional, " jelasnya.
Sebab, ada banyak isu lain yang menyebabkan terciptanya berbagai ketimpangan. Misalnya, kata Abetnego, perempuan yang haid tidak dibayar gaji atau tunjangannya serta tidak diberikan kesempatan untuk cuti dan sebagainya. Ia menilai, praktek seperti ini harus segera dihentikan.
"Tak kalah penting dalam kesetaraan gender adalah peran dari organisasi keagamaan yang ada. Ini untuk mengangkat agar berbagai problem yang menciptakan ketimpangan, baik karena kultural, pendidikan dan pemahaman masyarakat, bisa kita selesaikan, " paparnya.
- Kultur, Edukasi dan Kebijakan
Dalam upaya penurunan indeks ketimpangan gender, Abetnego mengungkap bahwa saat ini ada tiga situasi yang tengah dihadapi yakni, kultur kebudayaan, edukasi dan policy atau kebijakan.
Terkait kultur yang menjadi salah satu tantangan, Abetnego mengapresiasi Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) yang sudah sejak puluhan tahun lalu melaksanakan program pemberdayaan perempuan melalui Kursus Wanita Karo atau KWK.
"KWK GBKP harus kita apresiasi. Bagaimana mengedukasi perempuan-perempuan Karo untuk bisa mengambil peran di dalam kehidupan masyarakat dan pembangunan di Kabupaten Karo, " ucap Abetnego.
Secara edukasi, lanjutnya, pentingnya pemahaman kesetaraan gender harus dimulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga perguruan tinggi. Menurut Abetnego, tidak bisa dipungkiri bahwa pelaku-pelaku kekerasan dalam rumah tangga juga banyak yang berpendidikan tinggi.
Dari sisi kebijakan, ia menerangkan bagaimana pola rekrutmen, model-model pembangunan dan fasilitas-fasilitas yang diberikan termasuk fasilitas-fasilitas ramah gender, memang sangat penting. Karena, kata dia, ini semua berkaitan dengan kebijakan yang ada.
"Oleh sebab itu, kami menegaskan kembali tiga ruang tadi yakni kultur, edukasi dan kebijakan merupakan garis kebijakan kami nantinya serta bagaimana memastikan bekerja sama dengan para pihak atau stakeholder yang ada di Kabupaten Karo, " pungkasnya.
(Anita Theresia Manua)